Selasa, 17 Januari 2012

Menikah TIDAK sama dengan Memperbudak

Kadang saya mendengar candaan tentang “Mas Kawin” dan “tukon” yang biasa dikeluarkan pihak laki-laki untuk pihak perempuan. Begini kira-kira candaan itu: “ibarate wong dagang, tuku bocah wadon iku luwih murah tinimbang tuku sapi”. Lha pie, mas kawin kadang karo rego sapi larang sapi ne.
Dan ya itu memang hanya candaan. Masak iya juga sih perempuan disamakan dengan sapi. Candaan itu saya dengar waktu itu saat harga satu ekor sapi siap kawin mencapai 8-10 juta. Dan ada aja orang yang nambah-nambahi, “makanya Gus Dur itu minta sapi jadi syarat calon mantu meminang putrinya (ini gak tau bener apa gak..hahha).

Well, lepas dari unsur materialistic ato nominal uang, saya yakin bahwa cinta dan nikah gak semata-mata urusan mas kawin, uang dan materi. Ada hal-hal lain yg lebih penting dari itu. Kalo saya bilang sih nikah itu complicated, ada unsure bargain, jual-beli, tukar-menukar, bahkan bisa saja sampe monopoli dan embargo –kalo nikahnya udah gak jelas. (ini penulisnya sotoy amat ya, padahal belum nikah juga. Jangankan nikah, punya calon aja belum, LOL).

Namun disini  saya gak akan bahas mas kawin, tukon, dan ubo rampe-nya. Saya hanya ingin bertukar pendapat saja atas apa yang saya lihat dan rasakan (wedew).


Jadi, singkat cerita ada tetangga saya main ke rumah. Dia seorang bapak (sebut saja pak X) dengan satu istri dan tiga anak. Pekerjaan wiraswasta, istri ibu rumah tangga. Setelah selesai urusan,pak X ngobrol dengan bapak saya. Bapak saya yang selalu menghargai para wanita yang bekerja memuji istri pak X yang akhir-akhir ini meneruskan usaha orang tuanya –yang baru beberapa bulan meninggal, yaitu bikin tempe. Ternyata pak X gak begitu suka hal tersebut. Intinya pak X gak suka gitu istrinya kerja. Miris bangetkan. Dengan alasan kalo istrinya kerja anak-anaknya gak keurus, padahal anaknya baik-baik saja ibunya kerja. Dan saya syok berat ketika pak X nyebut2 masalah uang. Dengan santai pak X yg sedang adu argument dengan bapak saya bilang, “apa jatah uang yang saya kasih kurang?”. Dia pun menguraikan dan menjabarkan dan menghitung kira-kira uang yang didapat dari bikin tempe itu. Pak X pun bilang dia sanggup dan bisa memberi si istri uang lebih banyak dari hasil bikin tempe itu. Terlebih lagi pak itu bilang saya sanggup menggaji istri saya lebih dari hasil bikin tempe itu. OMG, ini namanya keterlaluan. Gak ADIL. Masak iya sih istri digituin. Jadi kesannya istri itu pembantu yang dibayar dengan jatah uang (nafkah) harian dari suami. Dengan kata lain, dalam bahasa kasar, nih kamu ku bayar sekian rupiah tolong ya cucian dan anak diurus.

Jujur saat itu saya pengen ngelabrak pak X itu. Tapi ya saya tahan.

Perbincangan pun berlanjut, bapak saya secara bijak menasehati pak X. bapak bilang “bojo aja mbok samakan karo pembantu, tok jatah, tok penging kerja, trus mbok kon umbah2 karo momong anak. Biarkanlah istrimu berkarya, bukan masalah berapa rupiah yang didapat, tapi kanggone wong wedok iso duwe duit seko keringete dewe kui wes piro-piro. Wes keno nggo tuku panganan nggo anak-anakmu. Wes mbok ben duwe kesibukan, nek mung tok kon umbah-umbah ro momong anak yo nglangut. Nek karo buntel tempe rak yo meso ana gawean, oleh sithik-sithik keno nggo jeli misale. Wolopun kowe mampu nggaji bojomu pa ya wangun bojo digaji, kui bojomu, dudu pembantumu. Rak ora nek gawean ngomah terus dilupakan karo bojomu. Wong yo le ubek neng omah we kok. Iso disambi-sambi.
***
Ya, itu beneran terjadi. Masih ada laki-laki di dunia ini yang perpikiran seperti itu. Benar kata bapak saya, bukan karena dia bapak saya, namun karena opininya itu benar. Bukan berapa rupaiah yang bisa dihasilkan, tapi kepuasan dan bisa mandiri itu penting. Walopun penghasilan istri tidak bisa menopang perekonomian kerluarga secara significant berilah kesempatan mereka (istri) berkarya. Many thanks to God, that I have my father who is wise yet down to earth.



So boys, please respect and support your wife later on (when u married).  Gak ada salahnya kok member kesempatan istri untuk bekerja. Believe me, kesibukan istrimu akan menjauhkannya dari kebiasaan menggosip sana-sini. Mungkin quote ini bisa membantu "Great minds talk about ideas, average minds talk about events, and small minds talk about people"--Eleanor Roosevelt.  Kenapa demikian? Simple, ketika kamu tidak ada kesibukan kamu cenderung mencari kesibukan dan kesibukan itu bisa membuatmu berfikir, tentang ide-ide baru, dalam kasus diatas mungkin bisa berpikir gimana biar tempenya kedelainya empuk tapi gak perlu direbus lama-lama, misalnya. Jangan kau biarkan istri mu mempunyai small mind dan berujung “talk about people” alias ngegosip.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar